Warga Khawatirkan Longsor
Tanggul Situ Gintung Yang Belum Diperbaiki
Penyebab jebolnya tanggul Situ Gintung, Cireundeu, Tangerang, Banten dikarenakan tingginya curah Hujan, yang menyebabkan permukaan air situ naik dan melimpas tanggul. Penyebab tersebut dijelaskan Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung dan Cisadane Sutoyo Subandrio Pitoyo.
“Saat hujan begitu besar, terjadi kenaikan muka air. Sehingga air naik dan terjadi limpasan di atas tubuh bendungan. Sehingga tergerus dan longsor. Tanggul manapun pasti akan jebol kalau terjadi pelimpasan,” jelas Sutoyo. Dia menambahkan, volume airsitu yang melimpas tanggul sebanyak 1 juta meter kubik air dari situ yang seluas 21 hektar
Pemerintah akui kurang memperhatinkan perawatan tanggul buatan jaman Belanda ini, DPU hanya melakukan renovasi secukupnya ditambah lagi padatnya perumahan penduduk disekitar tanggul yang mempengaruhi kekuatan tanah.
Pasca Bencana Warga yang tinggal di tepi bekas tanggul Situ Gintung, Kota Tangerang Selatan, Banten, yang jebol Maret lalu, khawatir dengan kemungkinan tanah penyangga rumah longsor saat hujan. Sebagian warga memilih mengungsi ke rumah tetangga atau ke rumah saudara.
Beberapa warga, seperti Kasim, Laila, Kasem, dan Adah, warga RT 01 RW 08, Kelurahan Cirendeu, Kecamatan Ciputat Timur, Sabtu (21/11), mengungsi saat hujan. Lokasi rumah mereka berada di atas tebing bekas tanggul yang jebol.
”Kalau hujan, kami sekeluarga segera mengungsi ke rumah tetangga yang letaknya jauh dari bibir tebing. Apalagi hujan lebat sering turun akhir-akhir ini disertai angin kencang. Tanah di sini masih sering longsor kalau hujan lebat,” kata Kasim.
Rumah Kasim bersebelahan dengan rumah tetangga yang rusak parah gara-gara diterjang air bah saat tanggul Situ Gintung jebol. Atap rumah Kasim menyatu dengan rumah tetangganya. Sementara fondasi rumah tetangga yang separuh tergerus akibat air bah kondisinya kini semakin parah.
Laila juga merasakan hal serupa. Dia resah karena tidak ada tanggul yang menahan air jika hujan turun sehingga aliran air sangat mudah menggerus tanah di bawah rumah. Setelah hujan, Laila melihat genangan air setinggi 30 sentimeter di hamparan tanah bekas rumah yang digusur bencana air bah lalu.
”Kalau tidak ada tanggul yang diperbaiki, tidak ada penahan air saat hujan lebat. Air yang deras ini sangat mungkin menggerus tanah di bawah rumah kami,” ucap Laila yang juga tinggal di tebing berketinggian sekitar 1 meter dari hamparan tanah bekas jalur air bah.
Laila merasakan kondisi tanah di bawah rumahnya tidak lagi stabil. Ketinggian tanah juga sudah tidak rata lagi. Gelombang air bah lalu juga meninggalkan sedikit retak di dinding rumahnya.
Sama seperti Kasim, Laila dan keluarganya juga segera mengungsi saat hujan lebat turun. Dia khawatir hujan mengakibatkan rumahnya terkena longsor.
Sementara itu, Adah memilih pindah permanen ke lokasi lain yang dianggapnya lebih aman. Dia menganggap daerah bekas lokasi bencana sebagai daerah yang kurang aman, apalagi tanggul belum dibangun lagi.
Ketua RT 01 RW 08 Robiyanto berharap pemerintah segera membangun kembali tanggul. ”Tanggul dibutuhkan untuk mengendalikan air. Kalau tidak ada tanggul, warga bisa kesulitan air saat kemarau. Tidak ada air lagi di Situ Gintung,” katanya.
Rencana pembangunan tanggul Situ Gintung pernah dijadwalkan mulai pertengahan Juni lalu. Rencana itu lantas direvisi. Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane berencana membangun tanggul yang jebol November ini (Kompas, 15/10).
Warga sekitar situ berharap penataan situ segera dilakukan agar mereka terhindar dari bahaya banjir dan longsor. (art)
Damanik dan Weber (2006) menyatakan bahwa, ide dasar pembangunan berkelanjutan adalah kelestarian sumberdaya alam dan budaya. Ide kemudian diturunkan ke dalam konsep pariwisata berkelanjutan. Artinya adalah pembangunan sumberdaya (atraksi, aksesibilitas, amenitas) pariwisata yang bertujuan untuk memberikan keuntungan optimal bagi pemangku kepentingan dan nilai kepuasan optimal bagi wisatawan ataupun masyarakat yang tinggal di sekitar situ.
Wisata pada awalnya digolongkan dalam kategori industri hijau (green Industry). Namun dengan besarnya pengembangan wisata yang menitikberatkan pada kepentingan ekonomi tanpa mengindahkan potensi lingkungan dan tidak memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan menimbulkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan. Lingkungan di beberapa obyek wisata rusak akibat besarnya volume pengunjung dan besarnya tekanan terhadap lingkungan.
Meningkatnya kesadaran berbagai pihak terhadap lingkungan dan isu-isu tentang pembangunan yang berwawasan lingkungan telah memberikan konstribusi terhadap pandangan pentingnya prinsip-prinsip wisata berkelanjutan. Prinsip pariwisata yang diharapkan dapat mempertahankan kualitas lingkungan, budaya, memberdayakan masyarakat lokal dan memberikan manfaat.
Referensi : Harian Kompas minggu, 22 November 2009
http://gugling.com/
http://www.detiknews.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar